Manuver PAN Patut Diwaspadai

Manuver PAN Patut Diwaspadai

oleh: Tim Redaksi

Langit politik Jambi tampaknya tengah berubah warna. Awan yang pada mulanya tampak tenang kini perlahan menggulung, menandakan hadirnya gelombang baru yang digerakkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Melalui Musyawarah Daerah (Musda) serentak pada 15 November 2025, PAN menegaskan denyut kekuatan barunya dengan menetapkan 11 ketua DPD kabupaten/kota. Di antara nama-nama itu, tujuh merupakan kepala daerah aktif—sebuah komposisi yang lebih menyerupai langkah catur berstrategi tinggi daripada sekadar hasil musyawarah rutin.

Ketua DPW PAN Al Haris yang juga merupakan orang nomor satu di Provinsi Jambi telah meminta agar para Ketua DPD yang mayoritas kepala daerah itu segera merapikan struktur kepengurusan. Instruksi ini seakan mengirimkan pesan yang jauh lebih keras dibanding kata-kata yang ia ucapkan. Pesan tentang partai yang tak lagi sekadar ingin hadir dalam percaturan politik, tetapi ingin menanam akar kekuasaan hingga dalam. Para bupati dan wali kota ditempatkan sebagai pengendali struktur partai di daerah, menjadikan PAN bukan hanya organisasi politik, tetapi simpul besar yang menyambungkan kekuasaan eksekutif dengan mesin partai secara langsung.

Konsolidasi semacam ini jarang terlihat rapi dan terencana seperti yang kini dilakukan PAN di Jambi. Dalam skema ini, PAN bukan sekadar berbenah—mereka sedang membangun jalan raya politik yang lurus menuju kontestasi 2029. Kekuatan birokrasi, kedekatan dengan pemilih, hingga kendali terhadap arah pembangunan daerah kini berpotensi berada dalam satu sumbu yang sama. Dan bila partai lain tak bergerak cepat, panggung Pilgub Jambi 2029 bisa menjadi gelanggang yang tak seimbang.

Langkah PAN ini sebagai manuver besar yang layak dicermati. Sebab, ketika kepala daerah merangkap sebagai pemimpin partai di wilayahnya, batas antara kepentingan publik dan kepentingan politik bisa menjadi kabur. Demokrasi yang idealnya tumbuh dalam kompetisi gagasan dapat terancam redup bila satu partai terlalu dominan menguasai percaturan lokal.

Tetapi PAN tentu juga memiliki ruang sah untuk membangun kekuatannya. Strategi bukanlah kesalahan; yang patut dijaga adalah etika dalam menggunakannya. Para kepala daerah yang kini duduk memimpin DPD PAN membawa beban moral yang tidak ringan: memastikan bahwa jaringan kekuatan yang mereka bangun tidak menggerus prinsip keterbukaan maupun kesehatan demokrasi. Politik lokal harus tetap menjadi ruang yang hidup, bukan arena sunyi tempat satu suara menguasai panggung.

Instruksi Al Haris kepada seluruh ketua DPD terpilih untuk segera membentuk kepengurusan dan menyiapkan pelantikan serentak memperlihatkan betapa seriusnya PAN menata barisan. Tidak ada jeda, tidak ada keraguan-semua bergerak cepat, seperti sebuah orkestra yang memainkan nada-nada besar sebelum pertunjukan utama dimulai.

Inilah alasan mengapa manuver PAN patut diwaspadai. Bukan karena ambisi mereka untuk kuat karena ambisi itu sah dalam politik. Tetapi kekuatan besar tanpa keseimbangan bisa mengikis ruang demokrasi. Publik harus peka, kritis, dan tetap menjadi penjaga agar politik tidak berubah menjadi panggung tunggal.

PAN telah melangkah jauh. Kini tugas masyarakat, tokoh politik, dan seluruh pemangku kepentingan adalah memastikan bahwa langkah besar itu tidak menghapus kebutuhan akan fairness, transparansi, dan kompetisi sehat. Demokrasi hanya dapat hidup bila ia dijaga, bukan sekadar dipertontonkan.

Dan ketika manuver PAN kian tajam, kewaspadaan publik menjadi satu-satunya penyeimbang yang tak boleh memudar.(tim)